Sabtu, 15 Februari 2014

“Wage Keramat” Gunung Kelud, tak masuk akal tetapi selalu terbukti benar

Hari pasaran Wage yang merupakan hari keempat dalam perhitungan kalender Jawa seperti mengokohkan diri sebagai “hari keramat” bagi Gunung Kelud.  Sejarah mencatat, gunung ini mempunyai “kebiasaan” meletus pada hari pasaran Wage. Ini tentunya hal yang tidak masuk akal, namun selalu hari Wage-lah hari meletusnya Gunung Kelud.

Bagi warga Blitar dan Kediri, Jawa Timur, fenomena Kelud yang meletus pada pasaran Wage tersebut bukan sesuatu yang baru.  Kebiasaan tersebut sudah lama diketahui warga, dan justru menjadi pengingat warga untuk terus waspada dan melakukan persiapan.
Mitos Wage keramat Gunung Kelud
Gunung Kelud/ Associated Press
Peringatan mengenai kebiasaan Gunung Kelud beberapa kali meletus pada hari pasaran Wage itu menjadi bahan bahasan warga sebelum mengikuti yasinan di kompleks perumahan Pondok Delta Jengglong, Kelurahan Kaweron, Kecamatan Talun, Kabupaten Blitar, Jawa Timur, Kamis malam, 13 Februari 2014.
Tidak heran jika pada  malam Gunung Kelud meletus (Kamis, 13/2), sebagian besar warga sudah aman di tempat pengungsian. Saat itu Kamis Pon malam Jumat Wage. Hanya berselang kurang dua jam dari peningkatan status Kelud dari Waspada menjadi Awas, Gunung Kelud pun benar-benar meletus pada pukul 22.50.
Perhitungan kalender Jawa  menetapkan hari hari berikutnya dihitung mulai sore hari, sehingga Gunung Kelud meletus bertepatan Jumat Wage. Letusan Gunung Kelud antara lain terjadi pada tahun 1966, 1955, 1990, dan 2007, kemudian 2014 yang semuanya terjadi pada pasaran Wage.
Pada tahun 1990 misalnya, letusan luar biasa Kelud terjadi 10 Februari. Letusan 1990 berlangsung selama 45 hari, terhitung sejak 10 Februari hingga 13 Maret 1990. Saat itu, menurut Ronggo, juru kunci Gunung Kelud, letusan terjadi hari Sabtu Wage pukul 12 .00.
Pada letusan tahun 1990, Gunung Kelud memuntahkan 57,3 juta kubik meter material vulkanik. Lahar dingin menjalar sampai 24 kilometer dari danau kawah melalui 11 sungai yang berhulu di gunung dengan ketinggian 5.679 kaki.
Sementara pada letusan tahun 2007, Mbah Ronggo sempat menyampaikan soal kemunculan batu lancip di tengah kawah. Ramalan itu terbukti ketika PVMBG mengumumkan kemunculan kubah lava tepat di tengah kawah hingga menenggelamkan danau kawah. Kubah yang sejatinya merupakan gumpalan lava panas yang membeku inilah yang oleh masyarakat disebut sebagai anak Gunung Kelud.
Letusan tahun ini terjadi pada 13 Februari 2014 sekitar pukul 22.50. Menurut ahli Feng Shui Gunadi Widjaja, tanggal letusan Gunung Kelud tahun 2014 ini jika dilihat dari sisi Numerolog memiliki jumlah angka 13 (angka 13-2-2014) dan jika dijumlahkan lagi sama dengan 4.
Angka 2014 jika dijumlahkan adalah 7 yang merupakan Ketu angka yang jelek. Maka tahun 2014 ini akan dipenuhi dengan berbagai macam bencana atau banyak masalah yang akan dihadapi secara umum.
Keris Mpu Gandring
Mengapa Gunung Kelud selalu “memilih” pasan Wage untuk meletus?
Sampai saat ini belum ada penetian ilmiah yang membahas fenomena tersebut. Namun menurut mitos yang diceritakan secara turun-temurun sejak ratusan tahun lalu, pasaran Wage berkaitan erat dengan  mitologi keris sakti Mpu Gandring.
Konon, keris sakti pada zaman kerajaan Singasari (Ken Arok) dikubur di dasar Gunung Kelud pada hari pasaran Wage. Keris tersebut mempunyai aura jahat, mengakibatkan pertumpahan darah di mana-mana.
Raja Wisnuwardhana akhirnya mempunyai inisiatif untuk menghentikan kejahatan keris Mpu Gandring itu. Dia tidak ingin keris tersebut jatuh ke tangan orang yang salah kemudian mengulang sejarah pahit sebelumnya. Akhirnya Wisnuwardhana memutuskan untuk mengubur keris tersebut di suatu tempat. Mitologi menyebutkan tempat yang dimaksud adalah kawah Gunung Kelud.
Namun sesaat sebelum keris dilarung, langit mendadak gelap dan petir menyambar-nyambar, namun tidak turun hujan. Tanah di sekitar Gunung Kelud bergolak seperti akan runtuh. Di tengah puluhan petir yang menyambar, keris Mpu Gandring mengucapkan kutukan akan keluar dari kawah dan menyebarkan bencana.
“Itulah mengapa Kelud selalu meletus pada pasaran Wage, bukan pada pasaran yang lain,” ujar juru kunci Gunung Kelud, Mbah Ronggo.
Boleh percaya atau tidak, namun itulah mitos Wage keramat yang selalu melingkup Gunung Kelud. Dalam mitos masyarakat Jawa, sebuah peristiwa besar akan selalu berulang atau berakhir pada waktu yang sama dengan waktu ketika peristiwa itu dimulai.
Banyak yang percaya keris Mpu Gandring akan keluar dari kawah dan menyebar aura buruk. Waktunya adalah pasaran Wage, waktu yang sama ketika keris sakti tersebut dilarung. Itulah mengapa Gunung Kelud mempunyai kebiasaan meletus pada pasaran Wage.
Oleh karena itu, warga Kediri di lereng Gunung Kelud selalu menggelar ritual Larung Sesaji. Ritual tersebut sebagai upacara tolak bala, serta sebagau bentuk pasrahan sekaligus upaya warga meminta kepada Tuhan Yang Maha Esa agar memberikan keselamatan kepada warga di sekitar Gunung Kelud.  (Dirangkum dari berbagai sumber)
Mitos Wage keramat Gunung Kelud
Larung sesaji di desa Sugihwaras, Kediri, di lereng Gunung Kelud. Ritual tolak bala digelar untuk meminta keselamatan kepada Tuhan Yang Maha Esa/Dimas Andhika Pramayuga
Mitos Wage keramat Gunung Kelud
Ritual larung sesaji di Desa Sugihwaras, Kediri/ Dimas Andhika Pramayuga
Mitos Wage keramat Gunung Kelud
Masyarakar Desa Sugihwaras, Kediri, mengarak gunungan dari lapangan desa menuju lereng Gunung Kelud dalam ritual larung sesaji/Dimas Andhika Pramayuga
Mitos Wage keramat Gunung Kelud
Larung sesaji masyarakat Sugihwaras, Kediri, di lereng Gunung Kelud/Taufan
Mitos Wage keramat Gunung Kelud
Masyarakat Desa Sugihwaras, Kediri,membakar menyan sebagai pelengkap ritual larung sesaji di lereng Gunung Kelud/Taufan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar