Waktu merangkak dengan cepat, merangkak yang kita kira lambat ternyata bergerak seakan tanpa jerat. Semua telah berubah, begitu juga kamu, begitu juga aku, begitu juga kita. Bahkan waktu telah menghapus KITA yang pernah merasa tak berbeda, waktu telah memutarbalikkan segalanya yang sempat indah. Tak ada yang tahu, kapan perpisahan menjadi penyebab kegelisahan. Aku menjalani, kamu meyakini, namun pada akhirnya waktu juga yang akan menentukan akhir cerita ini. Kamu tak punya hak untuk menebak, begitu juga aku.
Kaubilang, tak ada yang terlalu berbeda, tak ada yang terasa begitu
menyakitkan. Tapi, siapa yang tahu perasaan seseorang yang terdalam?
Mulut bisa berkata, tapi hati sulit untuk berdusta. Kalau boleh aku
jujur, semua terasa asing dan berbeda. Ketika hari-hari yang kulewati
seperti tebakan yang jawabannya sudah kuketahui. Tak ada lagi kejutan,
tak banyak hal-hal penuh misteri yang membuatku penasaran. Aku seperti
bisa meramalkan semuanya, hari-hariku terasa hambar karena aku bisa
membaca menit-menit di depan waktu yang sedang kujalani. Aku bisa dengan
mudah mengerti peristiwa, tanpa pernah punya secuil rasa untuk
menyelami sebab dan akibatnya. Aku paham dengan detik yang begitu mudah
kuprediksi, semua terlalu mudah terbaca, tak ada yang menarik. Kepastian
membuatku bungkam, sehingga aku kehilangan rasa untuk mencari dan terus
mencari. Itulah sebabnya setelah tak ada lagi kamu di sini. Kosong.
Bagaimana aku bisa menjelaskan banyak hal yang mungkin saja tidak kamu
rasakan? Aku berada di lorong-lorong gelap dan menunggu rengkuhan
jemarimu mempertemukan aku pada cahaya terang. Namun, bahkan tanganmu
saja enggan menyentuh setiap celah dalam jemariku, dan penyelamatan yang
kurindukan hanyalah omong kosong yang memekakkan telinga. Harapanku
terlalu jauh untuk mengubah semuanya seperti dulu, saat waktu yang kita
jalani adalah kebahagiaan kita seutuhnya, saat masih ada kamu dalam
barisan hariku.
Perpisahan seperti mendorongku pada realita yang selama ini kutakutkan.
Kehilangan mempersatukan aku pada air mata yang seringkali jatuh tanpa
sebab. Aku sulit memahami kenyataan bahwa kamu tak lagi ada dalam
semestaku, aku semakin tak bisa menerima keadaan yang semakin
menyudutkanku. Semua kenangan bergantian melewati otakku, bagai film
yang tak pernah mau berhenti tayang. Dan, aku baru sadar, ternyata kita
dulu begitu manis, begitu mengagumkan, begitu sulit untuk dilupakan.
Ada yang kurang. Ada yang tak lengkap. Aku terbiasa pada kehadiranmu,
dan ketika menjalani setiap detik tanpamu, yang kurasa hanya
bayang-bayang yang saling berkejaran, saling menebar rasa ketakutan. Ada
rasa takut tanpa sebab yang memaksaku untuk terus memikirkan kamu. Ada
kekuatan yang sulit kujelaskan yang membawa pikiranku selalu
mengkhawatirkanmu. Salahkah jika aku masih inginkan penyatuaan? Salahkah
jika aku benci perpisahan?
Tak banyak yang ingin kujelaskan, saat kesepian menghadangku setiap
malam. Biasanya, malam-malam begini ada suaramu, mengantarku sampai
gerbang mimpi dan membiarkanku sendiri melewati setiap rahasia hati.
Kali ini, aku sendiri, memikirkan kamu tanpa henti. Jika kita masih
saling menghakimi dan saling menyalahi, apakah mungkin yang telah putus
akan tersambung dengan pasti? Aku tak tahu dan tak mau memikirkan
keadaan yang tak mungkin kembali. Semua sudah jelas, namun entah mengapa
aku masih sulit memahami, kenapa harus kita yang alami ini? Tak adakah
yang lain? Aku dan kamu bukan orang jahat, namun mengapa kita terus saja
disakiti. Bukankah di luar sana masih banyak orang jahat?
Jangan tanyakan padaku, jika senyumku tak lagi sama seperti dulu. Jangan
salahkah aku, jika pelangi dalam duniaku hanya tersedia warna hitam dan
putih. Setelah kamu tinggalkan firdaus milik kita, semuanya jadi
berbeda. Aku bahkan tak mengenal diriku sendiri, karena separuh yang ada
dalam diriku sudah berada dalammu... yang pergi, dan entah kapan
kembali.
Aku merindukanmu, juga kita yang dulu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar