Penulis: Dwitasari
Tanggal dan Tahun Terbit: Oktober, 2012
Penerbit: PlotPoint (PT Bentang Pustaka)
Tebal Halaman: 271 halaman
Harga: Rp47.000,00
"Cinta tak pernah sederhana bagi seseorang yang telah disakiti, dilukai, dan dikhianati berkali-kali."
Ini adalah kisah yang selalu disembunyikan banyak orang. Rasanya
menyakitkan saat kauharus tetap beranggapan bahwa keluargamu baik-baik
saja, namun yang sebenarnya terjadi adalah pertengkaran, yang
menimbulkan bantingan piring dan barang pecah belah lainnya. Bebunyian
itu begitu sering terdengar oleh telinga Bianca, wanita yang mencoba bertahan meskipun terluka perlahan. Ia masih bertahan, bahkan ketika wajah ibunya lebam oleh pukulan ayahnya. Bianca masih bertahan, bahkan saat pelipis ibunya mengeluarkan darah segar karena tinju dari ayahnya.
Bianca menyembunyikan perasaannya, selalu berusaha terlihat baik-baik
saja dalam kesakitannya. Hal itu juga yang ia lakukan, saat sahabat
terbaiknya, Letisha; menjalin hubungan kasih bersama Joshua.
Ya, Joshua, pria yang beberapa tahun terakhir terselip dalam rapalan
doa Bianca. Joshua, cinta pertamanya yang ia biarkan kandas di tengah
jalan, karena sahabatnya sendiri.
Pengkhianatan terjadi berkali-kali. Dia tersakiti oleh perlakuan ayahnya
terhadap ibunya, ia juga tersakiti oleh perlakuan sahabatnya sendiri.
Pernikahan katanya terjadi karena cinta, persahabatan terjadi juga
karena kasih dan cinta. Tapi, pernikahan yang harusnya sakral,
persahabatan yang harusnya kekal; malah menjadi sebab Bianca benar-benar
terluka. Cinta. Cinta. CINTA! Dalam pengkhianatan berkali-kali,
pantaskah ia terus memercayai cinta?
Ia mencoba meraba-raba hatinya sendiri, merangkak perlahan—
berjalan dari kejatuhannya selama ini. Bianca memutuskan kuliah di
Jogjakarta. Daerah istimewa yang terkenal menyimpan kenangan manis bagi
banyak orang. Tempat yang selalu membawa seseorang kembali, selalu
kembali, tak lupa untuk kembali. Di sana, ia bertemu dengan Gabriel.
Seorang pria berpostur tinggi besar, yang mengindap penyakit gigantisme.
Bianca tak percaya cinta, sungguh ia tak lagi punya alasan untuk percaya
cinta. Tapi, Gabriel membuka mata Bianca dengan cara berbeda. Bianca
terdiam, haruskah ia menerima kehadiran Gabriel sebagai "malaikat"
pembawa kabar baik dalam hidupnya? Apakah Gabriel adalah "malaikat" yang
ditakdirkan Tuhan untuk menarik Bianca dari lorong kegelapan menuju
cahaya matahari?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar