Jumat, 28 Februari 2014

RANTAU 1 MUARA

Oleh A. Fuadi

Sinopsis


Buku Ketiga Trilogi Negeri 5 Menara

Alif merasa berdiri di pucuk dunia. Bagaimana tidak? Dia telah mengelilingi separuh dunia, tulisannya tersebar di banyak media, dan diwisuda dengan nilai terbaik. Dia yakin perusahaan-perusahaan akan berlomba-lomba merekrutnya.

Namun Alif lulus di saat yang salah. Akhir 90-an, krisis ekonomi mencekik Indonesia dan negara bergolak di masa reformasi. Satu per satu, surat penolakan kerja sampai di pintunya. Kepercayaan dirinya goyah, bagaimana dia bisa menggapai impiannya?

Secercah harapan muncul ketika Alif  diterima menjadi wartawan di sebuah majalah terkenal. Di sana, hatinya tertambat pada seorang gadis yang dulu pernah dia curigai. Ke mana arah hubungan mereka? Dari Jakarta, terbuka cakrawala baru. Alif meraih beasiswa ke Washington DC, mendapatkan pekerjaan yang baik dan memiliki teman-teman baru di Amerika. Hidupnya berkecukupan dan tujuan ingin membantu adik-adik dan Amak pun tercapai.

Life is perfect, sampai terjadi peristiwa 11 September 2001 di World Trade Center, New York, yang menggoyahkan jiwanya. Kenapa orang dekatnya harus hilang? Alif dipaksa memikirkan ulang misi hidupnya. Dari mana dia bermula dan ke mana dia akhirnya akan bermuara?

Mantra ketiga “man saara ala darbi washala” (siapa yang berjalan di jalannya akan sampai di tujuan) menuntun perjalanan pencarian misi hidup Alif. Hidup hakikatnya adalah perantauan.

Rantau 1 Muara bercerita tentang konsistensi untuk terus berkayuh menuju tujuan, tentang pencarian belahan jiwa, dan menemukan tempat bermuara. Muara segala muara.

FREKWENSI CINTA



Ini terahkir ? benarkah ? 

Sebenarnya aku tak ingin semua nya ini berahkir begitu saja. Aku masih ingin melihat pelangi senja bersamamu, melihat bintang berasi bersamamu, merajut asa menjadi rasa. Bukan begini, bukan seperti ini :’

Apa memang kamu tak menginginkan ku kembali ? benar kah itu mau mu ? jika hati ku mampu untuk berkata mungkin tak akan ada waktu yang tersisah untuk terselip kata dari hati lain. Dia akan bercerita tentang nada hati yang telah lelah untuk bernyanyi, tentang gelombang jiwa yang memiliki frekwensi tak beraturan karena banyak sekali amplitudo yang masuk bertubi-tubi. 

Selamat ya, aku pergi; aku akan kembali jika kamu yang meminta :’)

Pi !

Rabu, 26 Februari 2014

AKU RA POPO

1374280942377955042Baru saja aku rehat dari rasa yang menguras itu, yang mencabik-cabik mimpi itu. Baru saja aku tenang dengan seulas senyum yang senyatanya. Ya..baru saja dan rasa itu kembali hadir dengan senyum yang memuakkan.

Aku mengerti, kamu pasti sangat suka berbincang dengannya, menghabiskan waktumu bersamanya. Iya, kalian sangat serasi. Senyum itu, tawa itu. Ah, iya, aku tahu betul itu bukan yang biasa tapi tak apa, lanjutkan saja. Aku tak apa…

Cinta itu datang karena terbiasa. Biasa ngobrol,biasa ketemu, biasa becanda, biasa iseng. Itu ‘kan yang kamu lakukan? Tapi tak apa, lanjutkan saja.

Aku tak apa meskipun aku harus kuyup. Aku tak apa meskipun harus berlama-lama sendiri. Sering menghela, sering membuat senyum palsu, sering berpura-pura menikmati bahagiamu, aku tak apa, lanjutkan saja.

Selasa, 25 Februari 2014

Tiba-tiba Dia Ada


Seandai dirinya tercipta untukku, relaku menjadi miliknya.
Judul : Tiba-Tiba Dia Ada
Penulis : Rehan Makhtar
Terbitan : Penulisan2u
Muka Surat : 647
Harga : RM24
Novel ni akan mula dipasarkan Januari 2014, tapi sape2 yang ada serbu Pesta Buku kat PWTC baru-baru ni dah selamat la peluk novel ni. Hihihihi…
Rumusan Kisah :
Cadangan tiba-tiba kedua ibubapa Aryana menyebabkan Aryana memaksa diri untuk menerima Ayie yang lebih muda darinya. Kemunculan Ayie yang tiba-tiba dalam hidup Aryana membuatkan Aryana ter-bau hanyir dengan cadangan ibubapanya.
Setelah bernikah, Aryana menemani Ayie kembali semula ke Berlin untuk meneruskan pengajiaannya. Bau-hanyir terjawab sudah. Kematangan dan kenakalan Ayie mengusik hati Aryana dan mereka bahagia bersama.
Kebahagiaan mereka teruji bilamana Aryana terpaksa kembali semula ke Malaysia dan meninggalkan Ayie di Berlin.
Petikan-petikan dari dalam novel :
Aryana : Kalau betul awak nak diikat, kenapa dengan kakak? Kan awak ada awen sendiri? Tak sayang awek? Atau saja nak main-mainkan hati perempuan lain? Awak tak berani nak tolak kehendak parents awak, biar kakak cakap dengan dia orang. Okey macam tu? – m/s 46
Aryana : Ayie tersilap panggil nama Khai sekali dalam tidur. Dengan gambar segala, bohong kalau Arya tak curiga. Arya bukan tak percaya tapi Arya curiga. Itu mungkin membawa maksud yang sama tapi tetap perkataan berbeza. Sungguh ke Ayie tak ada rasa dekat perempuan? – m/s 168
Ayie : Try me tonight kalau Arya tak percaya yang Ayie ni bukan gay. – m/s 229
Ayie : Tak ada terkeluarnya dan kalau terkeluar pun, yang ada dalam dada Arya tu jantung Ayie punya. Kita dah sistem barterkan jantung masing-masing kan? Jadi toksah nak risaulah. Ayie tak bagi jantung tu keluar merata-rata. Musim luruh nak masuk musim sejuk ni, biar duduk situ. Nyaman sikit. – m/s 255
Ayie : Mesti tak biasa. Adanya Arya sekarang macam panas setahun dihapuskan oleh hujan sehari. Bagaikan pantai kematian ombak. – m/s 304
Ayie : Ayie kagum sungguh ni. Tak tipu. Bangga Arya cakap Ayie ni ialah lelaki dalam hati Arya. Of course I’m a man in your heart. Tak ada siapa boleh diami hati Arya melainkan Ayie aje. Ayie dah buat pagar karan dalam hati Arya tu. High voltage. Orang nak sentuh kena renjatan. Terus kojol… - m/s 323
Aryana : Sekarang di mana saja ada Zakhri Adha, itulah  tempat paling seronok buat seorang Aryana… - m/s 370
Aryana : Ayie is the best thing that happened to me, ma… and I thank you for bringing him to this world. – m/s 402
Iman Firdaus : You pun macam tu, Aryana. Sesuatu yang tak mampu I  miliki… Tapi, you jangan risau. I ni bukan jenis lelaki yang akan merampas hak orang lain, awek orang sekalipun. Ini apatah lagi isteri orang. I tahu dosa pahala and I think you both look good together… - m/s 476
Ayie : Setiap ada Arya, di situlah ada rasa Ayie nak bercinta… - m/s 534
Umur itu angka tapi jodoh itu ialah hadiah daripada Allah Yang Esa. – m/s 644

DAUN YG JATUH TAK PERNAH MEMBENCI ANGIN

Daun yang jatuh tak pernah membenci angin...

Biarlah aku luruh ke bumi seperti sehelai daun... daun yang tidak pernah membenci angin meski harus tereggutkan dari tangkai pohonnya.

Itu adalah barisan kata yang terdapat dalam buku Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin karangan Tere Liye. Dewasa ini, Tere Liye telah dikenal sebagai novelis yang hasil karyanya mampu menyentuh para pecinta novel. Cerita novelnya yang ringan namun tetap padat, berisi manfaat serta pesan moral yang beranjak pada kejadian di kehidupan sehari-hari pembaca.
Novel roman ini, berisikan konflik di kehidupan seorang manusia yang disajikan secara ringan. Cerita seputar percintaan, kasih sayang, persaudaraan dan pertemanan. Berkisah tentang seorang gadis bernama Tania dengan segala permasalahannya. Keluarga Tania adalah keluarga miskin yang selama tiga tahun hidup di sebuah lahan kosong pinggiran kota Depok, beralaskan dan beratapkan kardus, dengan sebuah pohon linden pada halamannya. Berawal dari kisah masa kecilnya yang sulit, dia harus menjalani hidup sebagai pengamen ibukota. Bersama adiknya, Dede, menyanyikan lagu sambil memainkan kecrengan dari satu bis kota ke bis kota lain. Ketiadaan ayah sedari mereka balita yang membuat hidup mereka sulit. Sampai suatu ketika nasib mereka berubah, saat Tuhan menyampaikan takdirnya lewat seorang penumpang bis kota yang selanjutnya dijuluki malaikat oleh dua kakak beradik ini. Danar, lelaki berusia 20 tahunan yang mereka temui di bis kota. Danar adalah nasib baik dan dia juga akan menjadi tokoh dalam kisah cinta Tania. 
Danar yang sedari kecil tidak memiliki keluarga merasa sangat senang bertemu dengan keluarga Tania. Apalagi ibu, dia mengganggap ibu sebagai ibunya sendiri. Mencium tangannya, memberikan modal untuk membuat usaha kue dan mengajak Tania dan Dede kembali ke bangku sekolah. Dia pun menyatakan kesanggupannya untuk membiayai kehidupan keluarga ini. Kebaikannya terus dia berikan hingga kedua anak itu beranjak dewasa.
Beberapa tahun kemudian, ketika usia mereka bahkan belum memasuki usia remaja, sang ibu menyusul kematian sang ayah. Pesan menyentuh disampaikan oleh ibu Tania sebelum meninggal yaitu bahwa Tania tidak boleh menangis untuk hal apapun dan dalam kondisi sesulit apapun. Tania hanya boleh menangis untuk dia, si malaikat penolong mereka.
Hingga saat dewasa, Tania semakin mampu membuktikan bahwa hidupnya telah sukses, dengan bekerja pada sebuah perusahaan pialang terkemuka di Singapura. Sejak zaman sekolah Tania telah menjadi idola, tetapi tetap saja dia mengganggap semuanya biasa karena hatinya hanya milik Danar. Kisah cinta itu tak pernah tersampaikan karena alasan jarak umur yang memisahkan keduanya, karena hutang budi yang tak pernah habis membuatnya segan terhadap malaikatnya.
Ketika panggilan om berubah menjadi kak’, rasa cinta yang muncul sejak Tania berusia 11 tahun itu semakin berkembang seiring dengan pertambahan umurnya. Walaupun Tania masih kecil saat itu, ternyata Danar telah memiliki perasaan yang sama dengan Tania, hanya saja dia tidak mau mengungkapkannya karena menganggap Tania seperti adik sendiri.
Bukti-bukti perasaan itu semakin kuat terlihat pada kunjungan Danar ke Singapura. Tanpa sepengetahuan Tania ternyata liontin yang dimiliki Tania adalah liontin spesial. Karena ternyata dibaliknya terdapat gambar potongan pohon linden yang juga terdapat pada liontin Danar. Hanya pada liontin mereka berdua. Pohon linden adalah pohon yang sangat berarti bagi cerita ini karena pohon tersebut tumbuh di halaman rumah kardus tempat dulu Tania sekeluarga tinggal.
Danar pun akhirnya menikah dengan Ratna namun wanita ini hanya menjadi pelarian perasaannya saja. Menyakitkan bagi Tania, pernikahan ini telah membuat hatinya hancur. Namun, pernikahan itu tidak pernah bahagia, Ratna merasa bahwa dia kalah oleh bayangan lain yang dicintai Danar. Tidak ada cinta sejak awal. Ratna selalu membagi keluh kesahnya kepada Tania yang sedang bekerja di Singapura lewat email. Hal ini membuat Tania yang telah mau memaafkan tersebut penasaran dan tidak terima dengan perlakuan Danar terhadap Ratna hingga akhirnya Tania memutuskan untuk pulang ke Jakarta.
Pada akhir cerita, Tania mulai berani untuk mengungkapkan perasaannya, menanyakan kepada Danar tentang perasaannya, tentang pernikahannya. Dan ternyata semua benar, Danar memiliki perasaan yang sama dengan Tania. Semua tidak pernah terungkap. Namun, memang cinta tak harus dimiliki oleh keduanya.

Keunggulan Isi Buku :
Pada buku ini disajikan cerita yang menarik, menggunakan bahasa yang ringan dan penuh motivasi. Tentang bagaimana seseorang yang memiliki nasib yang tidak beruntung mampu meraih kesuksesan di masa depannya.

Kelemahan Isi Buku :
Cerita dalam buku ini memiliki alur yang mudah ditebak.

Saran-saran:
Sebaiknya pada novel ini ditambahkan lagi bagian-bagian cerita yang dapat membuat pembaca penasaran agar ceritanya menjadi semakin menarik.

Manfaat Buku:
Dapat menjadi motivasi bagi para pembaca untuk tidak patah semangat dalam meraih mimpi dan membuka sudut pandang pembaca terhadap cinta yang sulit untuk diungkapkan.

I. IDENTITAS BUKU
a.    Judul Buku /Novel          : Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin
b.    Penerbit                         : PT Gramedia Pustaka Utama
c.    Tahun Terbit                  : 2010
d.    Cetakan                         : ke – 2
e.    Tebal Buku                    : iv+256 halaman
f.     Harga Buku                   : Rp.40.000,-
g.    Pengarang                      : Tere Liye

Senin, 24 Februari 2014

Buku #JatuhCintaDiamDiam TERBIT!



Buku #JatuhCintaDiamDiam TERBIT!

Judul Buku: Jatuh Cinta Diam-diam
Penerbit: Plotpoint
Terbit: 10 Januari 2014
Jumlah Halaman: 236 halaman
Penulis: Dwitasari
Bukan keinginanmu untuk terus memendam cinta. Bukan kemauanmu untuk terus diam meskipun ada perasaan yang sangat dalam. Diammu, bisumu, dan rasa bertahan untuk tidak mengungkapkan itulah yang membuat cinta yang kaurasakan justru makin terlihat ada dan nyata. Lalu, dari jauh kauhanya bisa menatapnya, berharap dia bisa merasakan perasaanmu tanpa harus kamu ungkapkan. Setiap hari, kauhanya bisa mendoakannya, meyakini bahwa Tuhan akan selalu menyelimuti dia dengan kebahagiaan. Namun, sampai kapan kamu bertahan untuk terus diam?
Masuklah ke dalam empat belas kisah penuh perjuangan, tawa, canda, juga air mata. Ini kisah tentang seorang pria Wonogiri yang mencintai tembang lagu Didi Kempot. Pria yang hanya tahu meracik mie ayam ternyata bisa juga diam-diam mencintai wanita Jakarta yang penuh gelimang harta. Apakah kisah mereka berakhir bahagia? Temukan dalam cerita berjudul RASA. Lalu, jika kamu telah membayangkan pria Wonogiri yang gerak-geriknya pasti menggelikan, kamu tentu akan tertawa terbahak-bahak hingga matamu berair. Ah, air mata yang berasal dari tawa, namun sadarkah kamu orang yang membuatmu tertawa paling kencang juga berpeluang membuatmu menangis lebih kencang? Temukan kisah manis ini dalam cerita berjudul DALAM TAWA. Siapakah seseorang yang bisa membuatmu tertawa? Apakah dia pria berlogat betawi yang selalu terlihat becanda namun ternyata di dalam hatinya tersimpan perasaan yang sulit untuk kautebak? Jelajahi kisah itu dalam cerita berjudul SUSU KALENG. Saat membayangkan susu kaleng, mungkin kamu membayangkan betapa dirimu pernah dalam keadaan haus dan letih serta kepanasan karena teriknya matahari yang menyinari tubuhmu. Perasaanmu sungguh sama dengan Ayesha, wanita berjilbab yang menambatkan hatinya pada pria yang mengenakan kalung salib di lehernya. Temukan kisah mengharukan itu dalam cerita MEMILIH.
Masih ada sepuluh kisah lagi yang tersimpan rapat, kisah-kisah yang saya kumpulkan setelah bertemu dengan macam-macam pria, kisah-kisah yang kamu rasakan sekarang atau bahkan beberapa tahun yang lalu, kisah yang diam-diam ingin segera meloncat keluar dari lubang persembunyian hatimu. Apakah kaumasih kuat menunda agar tidak membaca kisah dalam buku ini?
SEGERA MILIKI atau kisah cintamu menyentuh titik BASI!
Buku #JatuhCintaDiamDiam bisa kamu miliki dengan bonus Tanda Tangan Dwita dan kamu berkesempatan mengikuti undian berhadiah iPod Shuffle untuk kamu dan seseorang yang ada dalam hatimu.

Jalan Pulang Untuk Rindu

Langit Kelabu di sinar mataku, 1 Februari 2012

Untukmu, yang mungkin telah melupakan aku
Surat ini khusus kualamatkan ke rumah hatimu, tempat yang pernah kukunjungi tapi tak pernah kutahu alamat detail dan daerah spesifiknya. Entah mengapa, saat menulis ini, aku ingat kali pertama pertemuan itu terjadi. Aku ingat betul detail kalimat yang kauucapkan sehangat desah angin di Stadion Mandala Krida, Yogyakarta. Aku tak melupakan peristiwa-peristiwa yang terjadi di antara kita. Dan... Aku selalu ingat bagaimana caramu dan caraku untuk menikmati detik yang berganti menjadi menit. Bagaimana usahaku dan usahamu untuk menghargai menit yang berganti menjadi jam. Nyatanya, aku belum benar-benar membuang semua tentangmu dari otakku.
Kepada kamu, pria berambut panjang... sepanjang pinggang
Es kelapa muda yang kausesap perlahan tak memunculkan tanda-tanda adanya percakapan. Tatapanmu mengarah ke depan, tatapanku mengarah jauh menelusuri Stadion Mandala Krida. Hanya bisik angin yang memainkan dedaunan kering, menerbangkan daun-daun itu menuju tempat ternyaman bagi mereka. Deru bus TransJogja mengisi kesepian gendang telingamu dan gendang telingaku. Kita sama-sama terdiam tanpa ungkapan yang mengalir melalui pita suara, tapi sebenarnya ada banyak kecamuk dalam diriku, untuk mengajakmu setidaknya bicara dan menyapa. Entah mengapa bibirmu dan bibirku kelu, bisu! Seakan-akan kita hanya butuh tatapan mata dan membiarkan angin menyampaikan pesan hati kita. Beberapa menit berlalu, waktu kembali berlari pada lintasannya, di ujung terik bagaskara yang menusuk kulit, kauucapakan kata-kata rindu, tumpah begitu saja dari bibirmu. Lalu... Sepi itu berubah menjadi tawa. Deru TransJogja berubah menjadi kebisingan yang menyenangkan. Sesuatu yang kita sebut jarak telah menyatukan kita pada satu titik, di mana aku dan kamu saling mengunci tatapan mata, keajaiban kecil yang kita sebut pertemuan.
Tertulis dengan sederhana untukmu, calon arsitek yang masih semester 4
Kamu adalah yang pertama. Pertama kali mengajariku rasanya duduk di sepada motor bersama dengan seorang pria, dan aku mematung kala itu. Kamu adalah yang pertama. Pria yang pertama kali menjadi sebab rasa grogi dan canggungku, saat mata kita saling bertatapan di Mister Burger kala itu. Kamu adalah yang pertama. Seorang Adam yang menyebabkan pipiku memerah karena tersipu malu menerima tangkai bunga darimu. Kamu adalah yang pertama. Pria bermata indah yang mengenalkan aku pada kekasih hati pertamanya, ibumu. Kamu adalah yang pertama. Seseorang yang pertama kali mengajarkanku untuk mengepakan sayap, juga seseorang yang mematahkan sayap-sayapku.
Untukmu, pria yang saat ini terpisah ratusan kilometer denganku
Kamu ingat sekarang tanggal berapa? 1 Februari 2012, apakah tanggal 1 masih menjadi tanggal yang begitu spesial untuk kita? Setelah tangan perpisahan menyebabkan kita saling menjauh. Setelah kata putus menjadi kesepakatan terbaik untuk kita berdua. Benarkah semua yang kita sepakati adalah yang terbaik? Apakah kaumerasakan bahwa hidupmu jauh lebih baik ketika perpisahan kita terjadi? Apakah hari-harimu masih berjalan normal? Ketika aku tak lagi mengisi hari-harimu? Aku tak menuntutmu untuk manjawab jika pertanyaanku malah membuatmu seakan-akan terlempar ke masa lalu. Seperti perkataanku dulu, bahwa aku tak akan menyakitimu dengan tanganku, dan aku tidak akan menyia-nyiakan kamu, walaupun perpisahan tetap saja jadi pilihanku dan pilihanmu.
Beberapa minggu ini, aku memang tak tahu kabarmu, bagaimana keseharianmu dan kuliahmu. Tapi, pentingkah hal itu kulakukan? Aku sudah melindungimu dalam kenangan, cukupkah? Aku selalu merindukanmu dalam pikiran, pantaskah? Aku selalu mengaliri hari-harimu dengan doa, masih bolehkah?
Aku kangen kamu begitu juga dengan ibu. Aku rindu bertemu dengan gecko peliharaanmu, ikan kecintaanmu, landak kesukaanmu, dan ayam kesenanganmu. Aku rindu rumahmu dan sepeda motormu. Aku rindu saat di mana kita bicara dan duduk di ruang tamu. Aku menyisir rambutmu sambil tertawa lepas, lalu kita menghitung jumlah rambutmu yang rontok. Kamu pria dan berambut panjang, aku wanita dan berambut pendek. Dulu, kita memang pasangan yang langka dan aneh. Hal-hal yang kita lakukan selalu berbeda dengan pasangan-pasangan lainnya. Tapi, kalau boleh jujur, justru keanehan itulah yang membuatku percaya bahwa rindu selalu punya jalan pulang. Jalan itu ada di hatimu, meletup dalam napasmu, merasuk masuk melalui nadimu. Jujurku menenggelamkan kemunafikanku. Nyatanya, aku (masih) merindukanmu.
Ada banyak hal yang membuatku tak bisa melupakan Yogyakarta. Ada banyak hal yang dimiliki Yogyakarta tapi tak dimiliki kota-kota lainnya. Ada beberapa hal yang selalu kurindukan dari kotaku, salah satunya adalah... senyummu.

Dari mantan kekasihmu
Yang sedang menyelamatkan mimpi-mimpinya
Yang masih mencium aroma tubuhmu di tubuhnya
Kalau kita masih bersama
tepat hari ini hubungan kita berusia lima bulan

CINTA TAPI BEDA #film pertama Dwita

Produksi: Multivision Plus, 2012
Tayang: 27 DESEMBER 2012
Awalnya, saya juga tak percaya ketika kisah nyata #CintaTapiBeda mau difilmkan oleh sutradara ternama Hanung Bramantyo dan Hestu Saputra. Saya masih sulit memercayai kalau proses syuting dan OST film #CintaTapiBeda ternyata telah selesai. Saya masih tidak percaya bahwa tulisan saya yang hanya berbentuk curhat itu dijadikan tema film yang akan tayang Desember ini. Saya masih sulit bernapas. Tapi, semua ini nyata.
Cinta tapi Beda sudah selesai difilmkan. Divisualisasikan dengan sangat manis oleh Hanung Bramantyo serta Hestu Saputra. Diberi OST yang menyentuh yang dinyanyikan oleh ciptaan Eross Candra. 
Itu saja yang ingin saya sampaikan. Saya masih terharu dan masih dalam keadaan seperti petasan lebaran; penuh ledakan.
Silakan tunggu filmnya di bioskop kesayangnmu, tayang 27 DESEMBER 2012 :')

Satu Tahun Tanpamu (pi)

Aku terbangun seperti biasa. Menatap handphone beberapa lama lalu melirik diam-diam ke arah jam. Menatap langit-langit kamar yang sama. Letak lemari, meja belajar, dan rak buku juga masih sama. Tak ada yang berbeda di sini. Aku masih bernapas, jantungku masih berdetak, dan denyut nadiku masih bekerja dengan normal. Memang, semua terlihat mengalir dan bergerak seperti biasa, tapi apakah yang terlihat oleh mata benar-benar sama dengan yang dirasakan oleh hati?

Mataku berkunang-kunang, pagi tadi memang sangat dingin. Aku menarik selimut dan membiarkan wajahku tenggelam di sana. Dan, tetap saja tak kutemukan kehangatan, tetap mengigil— aku sendirian. Dengan kenangan yang masih menempel dalam sudut-sudut luas otak, seakan membekukan kinerja hati. Aku berharap semua hanya mimpi, dan ada seseorang yang secara sukarela membangunkanku atau menampar wajahku dengan sangat keras. Sungguh, aku ingin tersadar dari bayang-bayang yang terlalu sering kukejar. Sekali lagi, aku masih sendiri, bermain dengan masa lalu yang sebenarnya tak pernah ingin kuingat lagi.
Sudah tanggal 27. Seberapa pentingkah tanggal itu? Ya... memang tidak penting bagi siapapun yang tak mengalami hal spesial di tanggal dua puluh tujuh. Kita masuk ke bulan Januari. Bulan yang baru. Harapan baru. Mimpi yang baru. Cita-cita baru. Juga kadang, tak ada yang baru. Aku hanya ingin kautahu, tak semua yang baru menjamin kebahagiaan. Dan, tak semua yang disebut masa lalu akan menghasilkan air mata. Aku begitu yakin pada hal itu, sampai pada akhirnya aku tahu rasanya perpisahan. Aku tahu rasanya melepaskan diri dari segala hal yang sebenarnya tak pernah ingin kutinggalkan. Aku semakin tahu, masa lalu setidaknya selalu jadi sebab. Kamu, yang dulu kumiliki tak lagi bisa kugenggam dengan jemari.
Kita berpisah, tanpa alasan yang jelas, tanpa diskusi dan interupsi. Iya, berpisah, begitu saja. Seakan-akan semua hanyalah masalah sepele, bisa begitu mudah disentil oleh satu hentakkan kecil. Sangat mudah, sampai aku tak benar-benar mengerti, apakah kita memang telah benar-benar berpisah? Atau dulu, sebenarnya kita tak punya keterikatan apa-apa. Hanya saja aku dan kamu senang mendengungkan rasa yang sama, cinta yang dulu kita bela begitu manis berbisik. Lirih... dingin... memesona... Segala yang semu menggoda aku dan kamu, kemudian menyatulah kita, dalam rasa (yang katanya) cinta.
Aku mulai berani melewati banyak hal bersamamu. Kita habiskan waktu, dengan langkah yang sama, dengan denyut yang tak berbeda, begitu seirama... tanpa cela, tanpa cacat. Sempurna. Dan, aku bahagia. Bahagia? Benarkah aku dan kamu pernah merasa bahagia? Jika iya, mengapa kita memilih perpisahan sebagai jalan? Jika bahagia adalah jawaban, mengapa aku dan kamu masih sering bertanya-tanya? Pada Tuhan, pada manusia lainnya, dan pada hati kita sendiri. Kenapa harus kau ubah mimpi menjadi api? Mengapa kau ubah pelangi menjadi bui? Mengapa harus kauciptakkan luka, jika selama ini kaumerasa kita telah sampai di puncak bahagia?
Kegelisahanku meningkat, ketika aku memikirkanmu, ketika aku memikirkan pola makanmu, juga kesehatanmu. Aku bahkan masih mengkhawatirkanmu, masih diam-diam mencari tahu kabarmu, dan aku masih merasa sakit jika tahu sudah ada yang lain, yang mengisi kekosongan hatimu. Seharusnya, aku tak perlu merasa seperti itu, karena kau masa lalu, karena kita tak terikat apa-apa lagi. Benar, akulah yang bodoh, yang tak memutuskan diri untuk segera berhenti. Aku masih berjalan, terus berjalan, dengan penutup mata yang tak ingin kubuka. Semuanya gelap, tanpamu... kosong.
Ternyata, hari berlalu dengan sangat cepat. Sudah setahun, dan sudah tak terhitung lagi berapa frasa kata yang terucap untukmu di dalam doa. Salahku, yang terlalu perasa. Salahku, yang mengartikan segalanya dengan sangat berani. Kupikir, dengan ikuti aturanku, semua akan semakin sempurna. Lagi dan lagi, aku salah, dan kamu memilih untuk pergi. Ini juga salahku, karena tak mengunci langkahmu ketika ingin menjauh.
Setelah perpisahan itu, hari-hari yang kulalui masih sama. Aku masih mengerjakan rutinitasku. Dan, aku mulai berusaha mencari penggantimu. Mereka berlalu-lalang, datang dan pergi, ada yang diam berlama-lama, ada yang hanya ingin singgah. Semua berotasi, berputar, dan berganti. Namun, tak ada lagi yang sama, kali ini semua berbeda. Tak ada kamu yang dulu, tak ada kita yang dulu. Ya, kenangan berasal dari masa lalu tapi tetap punya tempat tersendiri di hati yang sedang bergerak ke masa depan.
Hidupku tak lagi sama, dan aku masih berjuang untuk melupakan sosokmu yang tak lagi terengkuh oleh pelukkan. Padahal, aku masih jalani hari yang sama, aku masih menjadi diriku, dan jiwaku masih lekat dengan tubuhku. Tapi, masih ada yang kurang dan berbeda. Kesunyian ini bernama... tanpamu.
Jika jemari ditakdirkan untuk menghapus air mata, mengapa kali ini aku menghapus air mataku sendiri? Di manakah jemarimu saat tak bisa kauhapuskan air mataku?

  27 januari 2013-27 Januari 2014
Selamat (gagal) satu tahun.
Jika kau rindukan kita yang dulu, aku pun juga begitu

Menjelaskan Kesepian ~

Waktu merangkak dengan cepat, merangkak yang kita kira lambat ternyata bergerak seakan tanpa jerat. Semua telah berubah, begitu juga kamu, begitu juga aku, begitu juga kita. Bahkan waktu telah menghapus KITA yang pernah merasa tak berbeda, waktu telah memutarbalikkan segalanya yang sempat indah. Tak ada yang tahu, kapan perpisahan menjadi penyebab kegelisahan. Aku menjalani, kamu meyakini, namun pada akhirnya waktu juga yang akan menentukan akhir cerita ini. Kamu tak punya hak untuk menebak, begitu juga aku.

Kaubilang, tak ada yang terlalu berbeda, tak ada yang terasa begitu menyakitkan. Tapi, siapa yang tahu perasaan seseorang yang terdalam? Mulut bisa berkata, tapi hati sulit untuk berdusta. Kalau boleh aku jujur, semua terasa asing dan berbeda. Ketika hari-hari yang kulewati seperti tebakan yang jawabannya sudah kuketahui. Tak ada lagi kejutan, tak banyak hal-hal penuh misteri yang membuatku penasaran. Aku seperti bisa meramalkan semuanya, hari-hariku terasa hambar karena aku bisa membaca menit-menit di depan waktu yang sedang kujalani. Aku bisa dengan mudah mengerti peristiwa, tanpa pernah punya secuil rasa untuk menyelami sebab dan akibatnya. Aku paham dengan detik yang begitu mudah kuprediksi, semua terlalu mudah terbaca, tak ada yang menarik. Kepastian membuatku bungkam, sehingga aku kehilangan rasa untuk mencari dan terus mencari. Itulah sebabnya setelah tak ada lagi kamu di sini. Kosong.
Bagaimana aku bisa menjelaskan banyak hal yang mungkin saja tidak kamu rasakan? Aku berada di lorong-lorong gelap dan menunggu rengkuhan jemarimu mempertemukan aku pada cahaya terang. Namun, bahkan tanganmu saja enggan menyentuh setiap celah dalam jemariku, dan penyelamatan yang kurindukan hanyalah omong kosong yang memekakkan telinga. Harapanku terlalu jauh untuk mengubah semuanya seperti dulu, saat waktu yang kita jalani adalah kebahagiaan kita seutuhnya, saat masih ada kamu dalam barisan hariku.
Perpisahan seperti mendorongku pada realita yang selama ini kutakutkan. Kehilangan mempersatukan aku pada air mata yang seringkali jatuh tanpa sebab. Aku sulit memahami kenyataan bahwa kamu tak lagi ada dalam semestaku, aku semakin tak bisa menerima keadaan yang semakin menyudutkanku. Semua kenangan bergantian melewati otakku, bagai film yang tak pernah mau berhenti tayang. Dan, aku baru sadar, ternyata kita dulu begitu manis, begitu mengagumkan, begitu sulit untuk dilupakan.
Ada yang kurang. Ada yang tak lengkap. Aku terbiasa pada kehadiranmu, dan ketika menjalani setiap detik tanpamu, yang kurasa hanya bayang-bayang yang saling berkejaran, saling menebar rasa ketakutan. Ada rasa takut tanpa sebab yang memaksaku untuk terus memikirkan kamu. Ada kekuatan yang sulit kujelaskan yang membawa pikiranku selalu mengkhawatirkanmu. Salahkah jika aku masih inginkan penyatuaan? Salahkah jika aku benci perpisahan?
Tak banyak yang ingin kujelaskan, saat kesepian menghadangku setiap malam. Biasanya, malam-malam begini ada suaramu, mengantarku sampai gerbang mimpi dan membiarkanku sendiri melewati setiap rahasia hati. Kali ini, aku sendiri, memikirkan kamu tanpa henti. Jika kita masih saling menghakimi dan saling menyalahi, apakah mungkin yang telah putus akan tersambung dengan pasti? Aku tak tahu dan tak mau memikirkan keadaan yang tak mungkin kembali. Semua sudah jelas, namun entah mengapa aku masih sulit memahami, kenapa harus kita yang alami ini? Tak adakah yang lain? Aku dan kamu bukan orang jahat, namun mengapa kita terus saja disakiti. Bukankah di luar sana masih banyak orang jahat?
Jangan tanyakan padaku, jika senyumku tak lagi sama seperti dulu. Jangan salahkah aku, jika pelangi dalam duniaku hanya tersedia warna hitam dan putih. Setelah kamu tinggalkan firdaus milik kita, semuanya jadi berbeda. Aku bahkan tak mengenal diriku sendiri, karena separuh yang ada dalam diriku sudah berada dalammu... yang pergi, dan entah kapan kembali.
Aku merindukanmu, juga kita yang dulu.

Sebelum Kita Berpisah

Sebelum Kita Berpisah :')


Insiden semalam cukup membuatku terpukul. Sebenarnya hanya peristiwa sederhana, kamu tidak mengangkat panggilan teleponku karena ketiduran, namun entah mengapa sinyal yang semakin ingin kutolak itu akhirnya terasa juga. Semoga ini bukan pertanda bahwa kamu bukan lagi pria yang kukenal. Aku belum tahu apakah semua perubahanmu hanya karena kamu telah bosan denganku yang selama ini tak mengirimkan tanda atau mungkin kamu sudah menemukan wanita lain yang bisa membuatmu merasa nyaman dan utuh.

Aku berusaha diam dan hanya bisa mengamatimu, pertemuan kita terakhir sudah jadi alasanku merasa sedih beberapa hari ini. Kita jarang bertemu dan tentu kautahu jarak kita yang sangat jauh membuat aku dan kamu jarang-jarang bertatap muka dan mata. Tapi, kamu sia-siakan waktu pertemuan kita sambil berbicara dengan rekan-rekanmu yang lain, lalu kamu asik dengan ponsel yang selalu ada dalam genggamanmu. Entah dengan jemarimu itu kausedang bercakap dengan siapa.
Selama ini aku mencoba tak bicara, aku mencoba menerima bahwa kita kini tak lagi sama. Perbedaan itu semakin terasa, ketika kaumulai berbicara soal wanita-wanita berjilbab yang mencuri  perhatianmu. Kamu tak tahu betapa saat itu perasaanku sangat terpukul dan aku tak tahu selama ini kauartikan apa kebersamaan kita yang menginjak satu tahun dua bulan ini. Maksudku, apa kamu berusaha memberiku sinyal bahwa kamu meminta aku menjauh dan tak lagi berharap kita bisa sedekat dulu lagi. Apa kauingin aku memahami, bahwa kekuranganku yang tak bisa menemanimu lima waktu itu adalah kesalahan yang harus kusadari?
Gara-gara menulis ini, aku kembali mengingat awal perkenalan kita yang manis, yang melupakan jauhnya jarak dan segala perbedaan. Ini salahku, tentu, saat itu kamu sedang cinta-cintanya denganku, namun aku malah asik dengan pria lain di luar sana yang bagiku terlihat menarik. Aku mengabaikanmu, aku tak ingin dengar bisikkan cintamu, lalu kita menjalin hubungan dengan status yang entah harus disebut apa. Sejujurnya, aku tahu dari awal kamu tak dekat dengan siapapun kecuali aku, tapi aku tak mau hargai kesetiaanmu, aku malah membagi hati pada pria-pria yang bibirnya manis dan pandai menenggelamkan aku pada harapan palsu. Aku sadar bahwa perubahanmu adalah kesalahan yang harusnya kusadari sejak awal, tololnya aku baru menyadari semua ini ketika tiba-tiba kamu berubah jadi pria yang sangat berani, pria yang tak ingin kutindas lagi, pria yang mungkin suatu hari nanti akan meninggalkanku tanpa basa-basi.
Setiap mengingat ini, rasanya aku ingin menangis. Aku baru sadar bahwa ternyata aku sangat membutuhkanmu, aku baru menyadari betapa kamu mencintaiku justru saat kamu telah berubah jadi seseorang yang tak lagi terlihat mencintaiku. Saat pria-pria itu pergi, akhirnya aku tahu ternyata selama ini aku mengejar hal yang salah. Selama ini aku terlalu asik dengan duniaku dan mengesampingkan perasaanmu. Kuingat lagi masa-masa itu, saat kamu jauh-jauh datang dari kotamu namun aku justru pergi mencari pria yang memberi bayang-bayang semu, padahal jelas-jelas ada kamu yang nyata dan ada. Aku menyesal pernah melakukan hal itu padamu dan saat kauberubah seperti ini, rasanya aku ingin mengulang waktu agar aku bisa memelukmu, menggengam tanganmu, dan merasakan embusan napasmu sehangat kemarin. 
Kali ini, aku merasa kamu semakin jauh. Hubungan kita saat ini seakan seperti formalitas karena masih ada hal yang belum terselesaikan. Hal itu kutahu ketika kutatap matamu, tak ada teduh rindu yang kutemukan lagi di sana. Saat kaugenggam jemariku, tak ada lagi hangat dari eratnya penyatuan jari-jari kita. Kembali kuingat percakapanmu tentang wanita jilbab itu, aku tak bisa terus menahanmu untuk mempertahankan hubungan ini.
Aku tahu, kamu pun tak ingin munafik. Seorang pria muslim pasti ingin menjadi imam untuk wanita yang salat bersamanya, memimpin salat jamaah bersama dengan buah hati mereka, dan kamu tentu ingin naik haji bersama seorang wanita yang sangat kaucintai. Aku tahu itu dan aku sebagai wanita yang merayakan hari raya di tanggal dua puluh lima Desember hanya bisa berharap, kauselalu bahagia meskipun suatu saat nanti kita harus berpisah.

Bukan Maksud ku :')



Selamat sore :’)

Langit tampak tak bercahaya ketika awan dan kawan hitamnya menyelimuti. Seperti keadaanku saat ini.
Jujur, aku tak ingin melakukannya (tadi) aku ingin menyapa mu seperti dulu. Tapi entahlah, apa yang menyebabkan aku melakukannya. Aku tak pernah ingin melakukannya, aku ingin seperti biasanya. Bukankah kamu juga menjahui ku ketika di sekolah ? kau menghindar dariku, lantas salah kah aku ikut menjauhi dirimu ?

Aku hanya tak ingin rasa bahagiamu terusak oleh keegoisanku. Lebih baik aku tak pernah bahagia jika ini membuatmu bahagia. Aku tak akan pernah menganggumu. Dan sepertinya memang itu mau mu. Aku pasrah.
Biarkan Tuhan yang mengatur segalanya. Tentang semua rasa, tentang semua pikiran, dan semua yang akan terjadi nantinya. Bukan salah mu :’)

Maaf telah membuatmu menjadi koraban keegoisanku. Memang harus pergi, pergi dan menghilang. Sudahlah, lupakan. Aku sayang kamu (kamu ArkElk) :’)