Sabtu, 22 Februari 2014

Tim Kesenian Kota Malang, Jawara Nasional di Pontianak

Prestasi membanggakan diukir tim kesenian Kota Malang. Mereka menyabet gelar juara I dalam ajang Jaringan Kota Pusaka Indonesia yang digeber di Singkawang, Pontianak, 11–14 Februari lalu.

***

Bundaran Alun-alun Tugu Kota Malang sunyi senyap, siang kemarin (20/2). Hembusan angin dan mendung yang bergelayut menambah syahdu suasana di pusat Kota Malang itu. Di satu sudut, empat perempuan muda tengah bercengkerama. Dari baju dan polesan di wajahnya, mereka adalah penari.
Make-up-nya cukup lengkap. Kostum yang digunakan juga glamour nan indah. Hiasan di kepala yang didominasi warna emas membuat penampilan mereka yang gemulai, makin memikat. Gerakannya luwes. ”Mereka adalah anggota tim kesenian Kota Malang,” terang ketua tim kesenian Kota Malang, Agus Sunandar, kepada Jawa Pos Radar Malang.

fashion-BOxTim kesenian Kota Malang yang dikomandani Agus beranggotakan lima penari. Mereka adalah mahasiswa Seni Tari Universitas Negeri Malang (UM). Lima orang tersebut antara lain Wahyu Indah Mayasari, Canggih Handharbeni, Defi Anggraini, Ayu Ridho Saraswati, dan Vera Nurlaily.
Agus mengatakan, acara tersebut diikuti oleh daerah yang termasuk jaringan kota pusaka. Di Indonesia hanya ada 50 kota. Di Jawa Timur, selain Malang, juga ada Madiun dan Blitar. Dengan 50 kota yang masuk dalam jaringan kota pusaka, artinya juga ada 50 peserta yang ambil bagian dalam ajang tersebut.
Untuk diketahui, titel acara tersebut adalah Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Jaringan Kota Pusaka Indonesia 2014. Dalam rangkaian acara Rakernas, terdapat pagelaran seni budaya yang diperlombakan, di antaranya pameran dan juga city tour. ”Kami berlomba di pagelaran seni budaya itu,” ucap Agus.
Dalam ajang tersebut, Kota Malang membawakan tari ’Gading Alit’. Tari tersebut menceritakan ekspresi cinta dari wanita muda di Malang yang ingin menarik perhatian lawan jenisnya. Konsep tarian tersebut adalah tarian tradisional yang dinamis dan juga agak genit.
Untuk diketahui, tim kesenian Kota Malang baru berangkat pada hari H perlombaan. Jika daerah lain sudah melakukan persiapan jauh-jauh hari, tim Kota Malang hanya memiliki waktu empat hari sebelum perlombaan. Tiba di Pontianak, mereka langsung melakukan perjalanan darat empat jam ke Singkawang.
Sampai di lokasi acara, perlombaan sudah berlangsung. Tim Kota Malang sudah tak memiliki waktu untuk latihan blocking, geladi bersih, dan persiapan lainnya. Padahal, persiapan tersebut sudah dilakukan oleh peserta beberapa hari sebelumnya.
”Saking mepetnya waktu, kami tak sempat mandi, tak sempat make up maksimal. Pas kami persiapan di hotel, eh lampu hotelnya mati. Oke, kami segera bergegas ke mobil. Anak-anak memiliki kesempatan melakukan make up di mobil,” kata Agus yang juga dosen Tata Busana UM tersebut.
Dari Hotel Palapa, mereka harus menempuh 15 kilometer perjalanan darat. Tim Kota Malang mendapatkan urutan tampil nomor sembilan. Saking mepetnya, Agus mengatakan, timnya tidak sempat melihat venue acara di-setting seperti apa, indoor atau outdoor. Hingga tata letak panggung pun, anak-anak Kota Malang masih buta.
”Yang membuat kami kaget, venue acara ternyata di stadion. Penontonnya penuh sampai sentelban. Ukuran panggungnya 20×25 meter. Luas banget. Penampil yang lain memilih konsep tari kolosal yang melibatkan banyak penari. Ada yang mencapai 30 penari,” papar Agus.
Bandingkan dengan Kota Malang yang hanya membawa lima penari. Nyali delegasi Kota Malang makin ciut saat para penyaji lainnya benar-benar all-out. Perwakilan Jakarta malah sampai membawa artis-artis lenong yang sudah sering tampil di acara televisi.
Tibalah waktu bagi penampil dari Kota Malang. Mereka tampil dengan busana tradisional nan mewah. Sentuhan tangan dingin Agus yang juga desainer kenamaan di Kota Malang terasa. Ada hiasan di bagian kepala. Penutup kepala pun mengesankan cukup modern.
”Saat kami naik ke panggung, applaus penonton bergemuruh. Deg. Itulah yang membuat kepercayaan kami makin meninggi. Kami yakin mampu menunjukkan hasil terbaik. Saya percaya, anak-anak saya adalah penari-penari terbaik,” beber pria yang juga akrab disapa Samsuga itu.
Saat penilaian, dewan juri menilai, penari Malang memiliki talenta yang bagus. Kostum yang dipakai juga glamour dan spektakuler. Mereka menilai, lima penari Kota Malang mampu menguasai panggung yang sedemikian luasnya. Malang dinobatkan menjadi juara I dalam ajang tersebut.
Begitu tahu menjadi yang terbaik, para penari tersebut sontak girang. Kegembiraan itu diwakili dengan tangisan kebahagiaan. ”Begitu juara, anak-anak seperti artis. Banyak yang ingin foto bareng dengan penari kami. Wah, ini luar biasa,” papar Agus.
Mereka pun kembali ke Malang, Sabtu (15/2) melalui penerbangan Pontianak–Jakarta. Namun, karena masih ada dampak erupsi Gunung Kelud, mereka tertahan di Jakarta selama dua hari hingga Minggu (16/2).
Salah satu penari, Wahyu Indah Mayasari menyebutkan, perjuangan yang dilalui dia dan teman-temannya sangat menegangkan. ”Perjalanan darat empat jam, make up di mobil dan suerr saya dan teman-teman tidak sempat mandi,” kata Wahyu sembari mengacungkan dua jarinya membentuk huruf V.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar