Selasa, 11 Februari 2014

SATU BUMI, SATU HATI :D

SATU BUMI, SATU HATI

Bumi sedang “sakit” dengan 

kondisi Global Warning. 

Gejalanya sudah semakin terasa di mana-mana, termasuk di Indonesia. Musim dan iklim yang semakin tak menentu sudah menggangu banyak aktivitas masyarakat, terutama mereka yang sangat tergantung dengan iklim seperti para nelayan dan petani. “Kondisi kutub utara dan selatan sudah sangat kritis dan kita yang berada di khatulistiwa lama-lama akan terkena juga,” kata Amanda Katili, salah satu relawan yang pernah mengikuti pelatihan dari Al Gore.




Saatnya kita peduli.
Salah satu contoh daerah yang paling mengenaskan di Indonesia saat ini adalah Desa Waekokak, Kecamatan Aesesa, Nagekeo, Flores, Nusa Tenggara Timur. Desa translokal sama sekali tidak memiliki sumber air bersih. Kalaupun ada sumur yang bisa digali, rasanya asin. Satu-satunya harapan adalah turunnya hujan. Namun, efek global warming telah membuat mereka nyaris tak menerima curahan air hujan.
Kekeringan yang melanda menjadikan kehidupan mereka nyaris lumpuh. Hektaran tanah pertanian yang mereka miliki menjadi sia-sia. Di tahun 2008 ini, Desa Waekokak hanya sebulan mengalami musim hujan, selebihnya adalah kekeringan. ”Apapun yang kami tanam bukan gagal panen, tapi selalu gagal tumbuh,” kata salah satu penduduknya. Alhasil, para penduduk translokal ini harus banting profesi, dari petani menjadi kuli harian, dengan penghasilan yang tidak pasti.
Kondisi yang memprihatinkan ini telah menggerakan Glenn Fredly dan sejumlah musisi lain untuk membuat sebuah gerakan bagi lingkungan. ”Dari pada energi kita habis untuk ngurusin pembajakan, lebih baik energi kami pakai untuk melakukan sesuatu yang berguna bagi sesama,” katanya saat tampil di Kick Andy.
Untuk mewujudkan gerakan ini, Glenn dan sejumlah musisi sudah membentu Green Music Foundation, sebuah lembaga sosial yang membawa misi kepedulian pada lingkungan dan kondisi bumi yang semakin kritis. ”Desa Waekokak akan menjadi pilot project foundation ini,” katanya.
Warga Desa Waekokak atau mungkin lembaga yang baru dibentuk Glenn dan kawan-kawan ini sebenarnya bisa belajar banyak dari Saekan, seorang warga lereng Gunung Wilis, Madiun, yang sudah berhasil menggerakan warga untuk melawan ketandusan di wilayahnya.
Gunung Wilis adalah sebuah desa tandus di tahun 1970-an, saat Saekan datang ke desa itu setelah menikahi gadis setempat. ”Pertama kawin saya sampai gak mandi lima hari, karena buat minum aja gak ada, apalagi buat mandi,” ujar Saekan.
Namun itu masa lalu, katanya, sekarang desanya sudah berubah banyak tak hanya memiliki sumber air, tapi juga masyarakatnya sudah makmur. Tentu saja, ini bukan jalan yang mudah. Karena Saekan harus memulai segalanya dari nol.
Untuk kepeduliannya itu, Saekan pun mendapat banyak penghargaan sebagai penyelamat lingkungan. Tahun 2008 ini ia memperoleh penghargaan Kalpataru dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
”Pak saekan, bagaimana rasanya ketemu Presiden?” tanya Andy F. Noya. Saekan pun menjawab lantang, “Saya itu tak punya harapan dipanggil siapapun. Saya melakukan ini untuk anak cucu kita jangan sampai mereka hidup susah!” Jawaban Saekan pun mendapat sambutan meriah dari audien Kick Andy yang hadir di Grand Chapel, Lippo Karawaci.
Inilah episode khusus tentang kepedulian pada lingkungan. Selain Glenn Fredly hadir pula sejumlah musisi yang peduli pada kondisi bumi saat ini seperti Grup ”Efek Rumah Kaca” , ”Lake of Three”, ”Endah & Resha”, juga Giring, sang vocalis Grup ”Nidji”.
Semua yang hadir sepakat untuk memberikan komitmennya, memulai berbuat bagi kesehatan bumi dan lingkungan, mulai dari diri sendiri. Karena, hanya ada satu bumi dan perlu satu hati untuk merawatnya bersama-sama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar