Langit Kelabu di sinar mataku, 1 Februari 2012
Untukmu, yang mungkin telah melupakan aku
Surat ini khusus kualamatkan ke rumah hatimu, tempat yang pernah
kukunjungi tapi tak pernah kutahu alamat detail dan daerah spesifiknya.
Entah mengapa, saat menulis ini, aku ingat kali pertama pertemuan itu
terjadi. Aku ingat betul detail kalimat yang kauucapkan sehangat desah
angin di Stadion Mandala Krida, Yogyakarta. Aku tak melupakan
peristiwa-peristiwa yang terjadi di antara kita. Dan... Aku selalu ingat
bagaimana caramu dan caraku untuk menikmati detik yang berganti menjadi
menit. Bagaimana usahaku dan usahamu untuk menghargai menit yang
berganti menjadi jam. Nyatanya, aku belum benar-benar membuang semua
tentangmu dari otakku.
Kepada kamu, pria berambut panjang... sepanjang pinggang
Es kelapa muda yang kausesap perlahan tak memunculkan tanda-tanda adanya
percakapan. Tatapanmu mengarah ke depan, tatapanku mengarah jauh
menelusuri Stadion Mandala Krida. Hanya bisik angin yang memainkan
dedaunan kering, menerbangkan daun-daun itu menuju tempat ternyaman bagi
mereka. Deru bus TransJogja mengisi kesepian gendang telingamu dan
gendang telingaku. Kita sama-sama terdiam tanpa ungkapan yang mengalir
melalui pita suara, tapi sebenarnya ada banyak kecamuk dalam diriku,
untuk mengajakmu setidaknya bicara dan menyapa. Entah mengapa bibirmu
dan bibirku kelu, bisu! Seakan-akan kita hanya butuh tatapan mata dan
membiarkan angin menyampaikan pesan hati kita. Beberapa menit berlalu,
waktu kembali berlari pada lintasannya, di ujung terik bagaskara yang
menusuk kulit, kauucapakan kata-kata rindu, tumpah begitu saja dari
bibirmu. Lalu... Sepi itu berubah menjadi tawa. Deru TransJogja berubah
menjadi kebisingan yang menyenangkan. Sesuatu yang kita sebut jarak
telah menyatukan kita pada satu titik, di mana aku dan kamu saling
mengunci tatapan mata, keajaiban kecil yang kita sebut pertemuan.
Tertulis dengan sederhana untukmu, calon arsitek yang masih semester 4
Kamu adalah yang pertama. Pertama kali mengajariku rasanya duduk di
sepada motor bersama dengan seorang pria, dan aku mematung kala itu.
Kamu adalah yang pertama. Pria yang pertama kali menjadi sebab rasa
grogi dan canggungku, saat mata kita saling bertatapan di Mister Burger
kala itu. Kamu adalah yang pertama. Seorang Adam yang menyebabkan pipiku
memerah karena tersipu malu menerima tangkai bunga darimu. Kamu adalah
yang pertama. Pria bermata indah yang mengenalkan aku pada kekasih hati
pertamanya, ibumu. Kamu adalah yang pertama. Seseorang yang pertama kali
mengajarkanku untuk mengepakan sayap, juga seseorang yang mematahkan
sayap-sayapku.
Untukmu, pria yang saat ini terpisah ratusan kilometer denganku
Kamu ingat sekarang tanggal berapa? 1 Februari 2012, apakah tanggal 1
masih menjadi tanggal yang begitu spesial untuk kita? Setelah tangan
perpisahan menyebabkan kita saling menjauh. Setelah kata putus menjadi
kesepakatan terbaik untuk kita berdua. Benarkah semua yang kita sepakati
adalah yang terbaik? Apakah kaumerasakan bahwa hidupmu jauh lebih baik
ketika perpisahan kita terjadi? Apakah hari-harimu masih berjalan
normal? Ketika aku tak lagi mengisi hari-harimu? Aku tak menuntutmu
untuk manjawab jika pertanyaanku malah membuatmu seakan-akan terlempar
ke masa lalu. Seperti perkataanku dulu, bahwa aku tak akan menyakitimu
dengan tanganku, dan aku tidak akan menyia-nyiakan kamu, walaupun
perpisahan tetap saja jadi pilihanku dan pilihanmu.
Beberapa minggu ini, aku memang tak tahu kabarmu, bagaimana keseharianmu
dan kuliahmu. Tapi, pentingkah hal itu kulakukan? Aku sudah
melindungimu dalam kenangan, cukupkah? Aku selalu merindukanmu dalam
pikiran, pantaskah? Aku selalu mengaliri hari-harimu dengan doa, masih
bolehkah?
Aku kangen kamu begitu juga dengan ibu. Aku rindu bertemu dengan gecko
peliharaanmu, ikan kecintaanmu, landak kesukaanmu, dan ayam
kesenanganmu. Aku rindu rumahmu dan sepeda motormu. Aku rindu saat di
mana kita bicara dan duduk di ruang tamu. Aku menyisir rambutmu sambil
tertawa lepas, lalu kita menghitung jumlah rambutmu yang rontok. Kamu
pria dan berambut panjang, aku wanita dan berambut pendek. Dulu, kita
memang pasangan yang langka dan aneh. Hal-hal yang kita lakukan selalu
berbeda dengan pasangan-pasangan lainnya. Tapi, kalau boleh jujur,
justru keanehan itulah yang membuatku percaya bahwa rindu selalu punya
jalan pulang. Jalan itu ada di hatimu, meletup dalam napasmu, merasuk
masuk melalui nadimu. Jujurku menenggelamkan kemunafikanku. Nyatanya,
aku (masih) merindukanmu.
Ada banyak hal yang membuatku tak bisa melupakan Yogyakarta. Ada banyak
hal yang dimiliki Yogyakarta tapi tak dimiliki kota-kota lainnya. Ada
beberapa hal yang selalu kurindukan dari kotaku, salah satunya adalah...
senyummu.
Dari mantan kekasihmu
Yang sedang menyelamatkan mimpi-mimpinya
Yang masih mencium aroma tubuhmu di tubuhnya
Kalau kita masih bersama
tepat hari ini hubungan kita berusia lima bulan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar