Selasa, 11 Februari 2014

Semua Punya Musik :D

SEMUA PUNYA MUSIKKreatifitas dalam bermusik tidak akan pernah berhenti. Tak hanya pada karya musik yang dihasilkan, tetapi juga pada instrumen musik yang digunakan. Untuk memeriahkan episode Kick Andy di penghujung tahun ini, para seniman musik yang hadir membawa instrumen musik yang mereka ciptakan dari hasil eksplorasi mereka dan memainkannya.
Hendrik Julieus Mantiri. Hendrik yang dikenal sebagai maestro musik bambu ini mengusung musik bambu asal Minahasa. Meski kedua orang tuanya mewariskan sejumlah musik bambu padanya, tetapi ia mencoba membuat alat musiknya sendiri. Setelah berhasil dengan alat musik buatannya, Hendrik pun membentuk kelompok musik bambu yang kemudian cukup terdengar namanya. Hingga tahun 1991 kelompok musiknya itu berkesempatan tampil di Jakarta. Komentar Pak Menteri saat itu mengatakan bahwa musik Hendrik belum sepenuhnya musik bambu. Terpicu atas sindiran Menteri Pendidikan dan Kebudayaan yang ia terima, Hendrik berupaya keras untuk membuat alat musik bambu yang menghasilkan suara setara dengan yang dihasilkan dari alat musik logam. Dari hasil kerja kerasnya, saat ini Hendrik telah berhasil membuat puluhan jenis alat musik bambu, diantaranya adalah suling (sofran dan alto), klarinet (sofran), seksofon (alto), komro (tenor), cello, tuba, overtone, kontra bass, dll. Sejauh ini sudah ada delapan set alat musik bamboo yang ia buat, satu setnya terdiri dari dua suling, tiga saksofon, empat clarinet, tiga bass dan dua belas korno. Instrumen yang paling banyak yang dipesan adalah saksofon, bahkan melalui utusannya - mantan Presiden Amerika Serikat, Bill Clinton, bahkan pernah membeli saksofon bambu darinya. Hendrik yang beberapa kali mendapat penghargaan, salah satunya pada bulan Juni 2009 - ia menerima Penghargaan Piagam Maestro Seni Musik Tradisi dan Pin Emas Maestro serta Plakat Lencana dari Presiden RI Soesilo Bambang Yudhoyono ini, telah membuat yayasan sebagai pusat pelatihan, pengembangan dan pelestarian Musik Bambu Tradisi yang berkedudukan di Desa Lemoh Barat Kecamatan Tomabariri Kabupaten Minahasa Sulawesi Utara. Misinya hanya satu, yaitu melestarikan musik bambu, musik tradisional Sulawesi Utara ini hingga ke pelosok nusantara dan luar negeri.
Joko Santoso dan musik gergaji. Rusaknya hutan di kampung halamannya membuat Joko gusar dan marah. Tangan-tangan jahil telah membuat alam seakan tak ramah lagi kepada manusia. Hal itulah yang membuat Joko melakukan protes dengan caranya sendiri, yaitu dengan bermusik. Suara gergaji penebangan pohon di hutan-hutan di Bojonegoro yang sering didengarnya selama bertahun-tahun telah memberinya inspirasi. Joko pun bereksplorasi menggunakan gergaji sebagai sebuah instrumen musik yang dapat menghasilkan bunyi.
Ahmad Thian Fultan, Andzar Agung Fauzan, dan Tedi Nurmanto - adalah sekelompok anak muda asal Jatiwangi yang berangkat dari komunitas bernama Jatiwangi Art Factory (Jaf) yang didirikan di Desa Jatisura, Jatiwangi, Cirebon, pada 27 September 2005. Jaf sendiri merupakan organisasi nirlaba yang fokus terhadap kajian kehidupan lokal pedesaan lewat kegiatan seni dan budaya seperti festival, pertunjukan, senirupa, musik, video, pameran, residensi seniman, diskusi bulanan, siaran radio dan pendidikan. Sejak 2008 Jaf bekerjasama dengan Pemerintah Desa Jatisura melakukan riset dan penelitian berkolaborasi dengan kesenian kontemporer. Mereka yang tergabung dalam grup yang mereka namai Good Manner ini adalah salah satu grup musik bentukan dari komunitas Jaf. Good Manner dalam bermusik menggunakan instrumen musik yang berasal dari gerabah/keramik dan juga genteng. Mereka sudah tampil dibeberapa acara musik besar seperti Java Jazz, Sculpture Square Singapore, dll. Semangat yang diusung dari setiap penampilan grup musik ini adalah ingin menjadikan gerabah/keramik dan genteng sebagai kesenian tradisional Jatiwangi.
Iwan Lonceng adalah penggila scooter. Hobinya berbuah kreatifitas unik yang luar biasa. Ia mengubah barang rongsokan onderdil scooter menjadi alat musik. Ide untuk membuat beberapa alat musik dari rongsokan scooter ber-merk dagang vespa itu didapat Iwan Lonceng ketika ia melihat salah seorang temannya bernama Abah Richard—salah satu anggota Black Scooter, club vespa di kota Bandung—akan menjual rongsokan vespa yang tidak terpakai ke tukang loak. Alat musik pertama yang diciptakan oleh Iwan Lonceng dari rongsokan vespa adalah alat musik yang dimainkan dengan cara dipukul, yaitu perkusi. Perkusi pertamanya ini dibuat dari body vespa. Dalam waktu setahun- kini Iwan Lonceng sudah membuat 23 jenis alat musik, mulai dari alat musik tiup, gesek, pukul, petik, dan lain sebagainya. Semuanya berasal dari keran bensin, tanki bensin, selahan/pijakan starter vespa, karburator, velg dan ban dalam, hingga knalpot. Menggunakan alat musik buatan tangannya itu, Iwan Lonceng dan beberapa temannya sudah melakukan pertunjukan. Misinya adalah mengusung alat musiknya hingga ke negeri asal scooter vespa ini dilahirkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar