Sebelum Kita Berpisah :')
Insiden semalam cukup membuatku terpukul. Sebenarnya hanya peristiwa sederhana, kamu tidak mengangkat panggilan teleponku karena ketiduran, namun entah mengapa sinyal yang semakin ingin kutolak itu akhirnya terasa juga. Semoga ini bukan pertanda bahwa kamu bukan lagi pria yang kukenal. Aku belum tahu apakah semua perubahanmu hanya karena kamu telah bosan denganku yang selama ini tak mengirimkan tanda atau mungkin kamu sudah menemukan wanita lain yang bisa membuatmu merasa nyaman dan utuh.
Aku berusaha diam dan hanya bisa mengamatimu, pertemuan kita terakhir
sudah jadi alasanku merasa sedih beberapa hari ini. Kita jarang bertemu
dan tentu kautahu jarak kita yang sangat jauh membuat aku dan kamu
jarang-jarang bertatap muka dan mata. Tapi, kamu sia-siakan waktu
pertemuan kita sambil berbicara dengan rekan-rekanmu yang lain, lalu
kamu asik dengan ponsel yang selalu ada dalam genggamanmu. Entah dengan
jemarimu itu kausedang bercakap dengan siapa.
Selama ini aku mencoba tak bicara, aku mencoba menerima bahwa kita kini
tak lagi sama. Perbedaan itu semakin terasa, ketika kaumulai berbicara
soal wanita-wanita berjilbab yang mencuri perhatianmu. Kamu tak tahu
betapa saat itu perasaanku sangat terpukul dan aku tak tahu selama ini
kauartikan apa kebersamaan kita yang menginjak satu tahun dua bulan ini.
Maksudku, apa kamu berusaha memberiku sinyal bahwa kamu meminta aku
menjauh dan tak lagi berharap kita bisa sedekat dulu lagi. Apa kauingin
aku memahami, bahwa kekuranganku yang tak bisa menemanimu lima waktu itu
adalah kesalahan yang harus kusadari?
Gara-gara menulis ini, aku kembali mengingat awal perkenalan kita yang
manis, yang melupakan jauhnya jarak dan segala perbedaan. Ini salahku,
tentu, saat itu kamu sedang cinta-cintanya denganku, namun aku malah
asik dengan pria lain di luar sana yang bagiku terlihat menarik. Aku
mengabaikanmu, aku tak ingin dengar bisikkan cintamu, lalu kita menjalin
hubungan dengan status yang entah harus disebut apa. Sejujurnya, aku
tahu dari awal kamu tak dekat dengan siapapun kecuali aku, tapi aku tak
mau hargai kesetiaanmu, aku malah membagi hati pada pria-pria yang
bibirnya manis dan pandai menenggelamkan aku pada harapan palsu. Aku
sadar bahwa perubahanmu adalah kesalahan yang harusnya kusadari sejak
awal, tololnya aku baru menyadari semua ini ketika tiba-tiba kamu
berubah jadi pria yang sangat berani, pria yang tak ingin kutindas lagi,
pria yang mungkin suatu hari nanti akan meninggalkanku tanpa basa-basi.
Setiap mengingat ini, rasanya aku ingin menangis. Aku baru sadar bahwa
ternyata aku sangat membutuhkanmu, aku baru menyadari betapa kamu
mencintaiku justru saat kamu telah berubah jadi seseorang yang tak lagi
terlihat mencintaiku. Saat pria-pria itu pergi, akhirnya aku tahu
ternyata selama ini aku mengejar hal yang salah. Selama ini aku terlalu
asik dengan duniaku dan mengesampingkan perasaanmu. Kuingat lagi
masa-masa itu, saat kamu jauh-jauh datang dari kotamu namun aku justru
pergi mencari pria yang memberi bayang-bayang semu, padahal jelas-jelas
ada kamu yang nyata dan ada. Aku menyesal pernah melakukan hal itu
padamu dan saat kauberubah seperti ini, rasanya aku ingin mengulang
waktu agar aku bisa memelukmu, menggengam tanganmu, dan merasakan
embusan napasmu sehangat kemarin.
Kali ini, aku merasa kamu semakin jauh. Hubungan kita saat ini seakan
seperti formalitas karena masih ada hal yang belum terselesaikan. Hal
itu kutahu ketika kutatap matamu, tak ada teduh rindu yang kutemukan
lagi di sana. Saat kaugenggam jemariku, tak ada lagi hangat dari eratnya
penyatuan jari-jari kita. Kembali kuingat percakapanmu tentang wanita
jilbab itu, aku tak bisa terus menahanmu untuk mempertahankan hubungan
ini.
Aku tahu, kamu pun tak ingin munafik. Seorang pria muslim pasti ingin
menjadi imam untuk wanita yang salat bersamanya, memimpin salat jamaah
bersama dengan buah hati mereka, dan kamu tentu ingin naik haji bersama
seorang wanita yang sangat kaucintai. Aku tahu itu dan aku sebagai
wanita yang merayakan hari raya di tanggal dua puluh lima Desember hanya
bisa berharap, kauselalu bahagia meskipun suatu saat nanti kita harus
berpisah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar